Hampir pada sebagian besar umat Islam saat ini, semboyan “…Berdasarkan Al Qur’an dan sunnah…” dampaknya nyaris seperti semboyan yang sangat beken di zaman P Harto dulu “… berdasarkan Pancasila dan UUD 45…”, yaitu sama-sama seperti menjual lamunan. Dampaknya ternyata hanyalah sebatas kepatuhan artificial dan dengan nuansa keterpaksaan pula.
As Sunnah adalah sebuah potret yang memuat, cara bertindak atau perilaku KEPATUHAN, KETAKLUKKAN, dan KETUNDUKAN seorang manusia istimewa terhadap FITRAH atau KEHENDAK dari tubuhnya, masyarakatnya, dan zamannya. Manusia istimewa itu adalah Rasulullah Muhammad SAW. Memang kalau dilihat sikap Beliau dan perbuatan Beliau sekilas mata, seakan-akan Nabi Muhammad SAW lah yang TAKLUK terhadap kehendak (fitrah) lingkungan dimana Beliau berada. Akan tetapi kalau diperhatikan dengan jeli dan seksama, maka yang terjadi sebenarnya adalah Muhammad SAW berhasil “membaca (iqra)” FITRAH umat manusia secara universal, lalu Beliau (dengan dibimbing oleh Allah, karena Beliau selalu wa’tasimubillah, bergantung kepada Allah) BERHASIL menundukkan kehendak (fitrah) dari lingkungan Beliau itu.
Bentuk dari ketaklukkan Beliau terhadap kehendak zaman ini secara garis besar bisa dibagi menjadi 3 jenis: 1. TUTUR KATA (Qauliyah) Beliau tatkala “membaca” suasana demi suasana alam semesta dan diri Beliau sendiri, baik untuk masa lalu sekarang dan yang akan datang.
2. SIKAP, PERILAKU (Fi’liyah) Beliau terhadap keadaan demi keadaan yang Beliau hadapi selama Beliau menjadi Rasul Allah.
3. KETETAPAN (Taqririyah) Rasulullah atas berbagai perkara.
Dari paling tidak tiga jenis ketaklukkan Nabi Muhammad SAW terhadap lingkungan Beliau ini saja, orang lalu mencoba untuk membukukannya. Dan usaha membukukannya baru dilakukan orang beberapa ratus tahun setelah Beliau wafat. Buku tentang UCAPAN dan WEJANGAN Beliau, ataupun KATA-KATA PARA SAHABAT yang mengungkapkan kesaksian mereka akan SIKAP, PERILAKU, dan KETETAPAN Nabi Muhammad SAW ini lalu dikenal luas dengan nama Al Hadits.
Tapi percaya atau tidak, kalaulah mau dituliskan semua Al Hadits itu untuk selama rentang masa kenabian Beliau (sekitar 23 tahun), maka akan terkumpul Al Hadits dalam jumlah jutaan. Ya… jutaan hadits. Nggak percaya..???. Mari kita kira-kira sejenak.
Andaikan kita dekat Rasulullah, lalu kita amati, kita ikuti, kita catat seluruh kegiatan Beliau menit per menit hanya dalam SATU HARI saja. Misalnya, tentang bagaimana berbicara Beliau, duduk Beliau, tidur Beliau, menguap Beliau, melihat Beliau, perilaku Beliau, ketawa Beliau, bercanda Beliau, makan Beliau, minum Beliau, berbicara dan diam Beliau kepada sahabat-sahabat. Begitu juga tentang bagaimana ketetapan-ketetapan Beliau. Berapa banyak Al Hadits itu yang akan terkumpul ??.
Nah…, kalau pengamatan itu dilakukan selama hidup Beliau, kira-kira berapa juta hadits yang bisa dan harus terkumpul…??. Lalu kira-kira berapa bagian pula yang tak bisa kita kumpulkan dan tuliskan karena keterbatasan akses kita untuk selalu mengamati dan mencatat apapun yang Beliau lakukan…???. Semua tidak akan jauh dari angka jutaan…..!!!.
Ketaklukan Muhammad SAW…
Pada bagian berikut ini akan digambarkan bagaimana ketaklukkan Nabi Muhammad terhadap FITRAH (Sunnah).
1. Suatu kali pernah kaum COVERED (terhijab) Quraish berencana untuk membunuh Nabi Muhammad selagi beliau tidur dimalam hari. Lalu dibuatlah rencana untuk mengepung rumah Beliau. Berita pengepungan itu ternyata diketahui oleh Nabi Muhammad, silahkan memaknai sendiri kata “diketahui” (bagaimana Beliau mengetahuinya) sesuai dengan data yang ada di otak masing-masing. Mengetahui bahwa kaum Quraish dengan jumlah yang besar akan mengepung rumahnya, beliau TAKLUK terhadap keinginan tubuhnya. Bahwa tubuh Beliau ternyata hanyalah terbuat dari bahan yang bisa berdarah-darah. Beliau sendirian tidak mungkin mampu berhadapan dengan sekian puluh orang yang sedang kalap. Karena Beliau hanyalah seorang manusia yang mempunyai kekuatan terbatas. Mentang-mentang Beliau adalah seorang Rasul Allah, yang dijaga oleh Allah, Beliau tidak mau gagah-gagahan menantang puluhan orang seperti yang pernah dilakukan oleh Pasukan Berani Mati pembela GUS DUR beberapa waktu yang lalu. Yang Beliau lakukan adalah Beliau bersembunyi di dalam gua bersama Abu Bakar. Lalu dalam persembunyian Beliau itulah Allah menjaganya. Manusiawi dan fitrah sekali suasana saat itu …
2.Saat terjadi perang UHUD. Rasulullah takluk terhadap kehendak alam peperangan. Fitrahnya adalah bahwa orang yang berada di ketinggian akan punya keuntungan yang sangat besar dibandingkan dengan orang yang berada di tempat rendah. Maka Beliau memerintahkan kepada pasukan panahnya untuk menempati posisi di tebing bukit Uhud. Dan ternyata memang saat itu umat Islam berhasil memukul mundur kaum Quraish dengan meninggalkan pampasan perang. Karena lupa diri melihat pampasan perang dibawah sana, maka sahabat-sahabat yang berada di bukit Uhud turun ke bawah untuk meramaikan perebutan harta di bawahnya. Dan kaum Quraish melihat kekosongan pasukan penyerang diatas bukit itu, lalu mereka ganti yang menduduki bukut Uhud. Dari atas bukit kaum Quraish menghujani pasukan Rasulullah dengan anak panah, sehingga Rasulullah sempat terluka, dan puluhan sahabat penghafal Al Qur’an juga syahid disana. Artinya apa…?. Allah tidak peduli kepada siapa pun yang coba-coba berperilaku tidak sesuai dengan FITRAH, walau saat itu ada Nabi sekali pun, walau disitu juga banyak sahabat yang hafal Al Qur’an, akan tetapi apabila fitrah terlanggar, maka saat itu juga Allah tidak mau merubah hukum-hukum yang telah di tetapkan-Nya untuk dipatuhi oleh siapa pun.
Makanya saat perang Teluk I-II dengan agresi Amerika dan sekondan-sekondannya menyerang Irak, maka Amerika dengan mudah mengalahkan bangsa Irak. Karena Amerika tinggal menjatuhkan ribuan ton bom dari tempat ketinggian ke sasaran-sasaran strategis Irak. Duaarrr…, MATI. Begitu juga saat Alm. Syekh Yasin dari Hamas Palestina dibunuh oleh Isreal, ya lewat serangan dari udara juga… MATI. Walaupun di Irak banyak (kuburan) wali-wali Tuhan, banyak tempat suci, Tuhan nggak peduli itu. Bangsa Irak itu akan tetap jadi bulan-bulanan Amerika yang dari hari ke hari selalu menyesuaikan kemampuannya dengan permintaan zaman, FITRAH….
3.Dalam masalah poligami, ketaklukan Nabi terhadap zaman Beliau juga tak kalah indahnya. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab ketika itu untuk punya istri lebih dari 15 orang. Budaya poligami itu sudah sangat mendarah daging bagi bangsa Arab saat itu. Lalu turun ayat Al Qur’an yang memangkas poligami itu hanya sampai empat saja. Tetapi dari makna ayat poligami itu ada suatu message yang tidak semua orang yang bisa melihatnya. Message-nya adalah bahwa tujuan yang akan dicapai nantinya adalah monogami, yaitu satu istri saja. Karena Al Qur’an sudah memvonis duluan bahwa “kalian wahai kaum laki-laki TIDAK akan pernah bisa berlaku Adil, walau kalian ingin sekali untuk adil itu…”, padahal syarat poligami itu disebutkan haruslah kalian itu bersikap adil.
Keberhasilan Rasulullah merubah sebuah budaya poligami dari punya puluhan istri menjadi hanya empat orang istri saja sudah merupakan prestasi yang sangat hebat. Kalaulah Nabi langsung diperintahkan untuk menuju monogami, maka ketika itu akan terjadi kekacauan budaya. Orang akan menjauh dari Nabi, karena yang direkonstruksi Nabi ini adalah termasuk masalah yang enak-enak bagi kaum lelaki. Begitulah indahnya Al Qur’an. Al Qur’an sampai kapan pun mengizinkan poligami, bisa dengan dua, tiga, atau empat orang istri. Bahkan ada juga yang mengartikannya menjadi poligami dengan 4+3+2+1, yaitu sembilan istri seperti yang dilakukan oleh Nabi. Masalah Nabi beristri sembilan inipun telah jadi bahan pembicaraan dari dulu sampai sekarang. Akan tetapi ya itulah FITRAH NABI. Sedangkan FITRAH peradaban manusia akan berubah dari budaya poligami menuju kepada monogami saja. Dan perubahan itu tengah terjadi di seluruh dunia.
Lalu ada yang berpoligami…, ya biarkan saja. Mereka berarti menganggap diri mereka bisa berlaku adil. Kalau mereka ternyata tidak adil, maka FITRAH lain akan berbicara. Bisa saja rumah tangga mereka menjadi rumah neraka dunia. Ribut dan cekcok terus…, dan akhirnya suami menderita, istri menderita, anak menderita. Dan bahkan akhirnya perceraian tidak terhindarkan lagi. Taroklah ada yang berhasil dengan poligaminya, empat istri dia punyai, tampak luarnya rukun-rukun pula. Akan tetapi dihadapan masyarakat umum dia akan menjadi barang langka yang aneh, ya jadi tontonan juga orang juga. “Kok bisa yah…?”, celetuk beberapa orang.
Lalu ada pula yang baru mampu bermonogami..., ya biarkan jugalah mereka begitu. Yang keliru adalah, lagaknya saja bisa bermonogami, akan tetapi dia sebenarnya masih ngiler melihat wanita lain. Mereka sebenarnya ingin untuk poligami, akan tetapi apalah daya kantong dan keberanian tidak ada. Kalau sudah begini fitrah lain akan berkata pula, misalnya saja si suami menjadi sangat tersiksa dengan perilaku ngilernya itu.
Ah…, masalah poligami dan monogami hanyalah masalah sederhana saja yang dibesar-besarkan orang. Ada yang pakai ngancam bahwa yang tidak poligami berarti tidak ikut sunnah Nabi. Begitu juga yang monogami melecehkan pelaku poligami dengan label si pengejar kepemuasan nafsu seks. Bisa-bisanya berkesimpulan begitu. Padahal monogami dan poligami itu dua-duanya sesuai dengan Al Qur’an. Kalau begitu benang merahnya dimana….??. Kembali ke FITRAH. Dan nantinya Akal lah yang akan menjadi Sang Hakim bagi fitrah yang telah kita pilih. Nanti tentang Akal Sang Hakim ini akan diulas pada bahasan tersendiri.
Al Hadits sudah Habis…, sedangkan As Sunnah adalah Abadi
Kumpulan kitab-kitab hadits yang sampai kepada kita saat ini telah mengalami sejarah kodifikasi yang sangat panjang dan ruwet. Disini tidak akan dibahas bagaimana ruwetnya dan siapa-siapa yang terlibat di dalamnya. Silahkan cari sendiri di buku-buku lain tentang sejarah itu. Banyak sekali. Saya hanya akan membahasnya dari segi makna atas terpangkasnya jutaan hadits akibat dari pengelompokan hadits oleh Bukhari Muslim, Abu Daud, Turmidzi, dsb., dan juga hadits dari kelompok Syi’ah.
Sungguh beragam sekali kualitas hadits itu setelah dikotak-kotakkan berdasarkan “periwayatannya”. Pada tingkatan yang dianggap baik ada yang mutawatir, ada yang shahih, ada yang hasan. Sedangkan pada tingkatan yang kurang baik ada musalsal, muqati', gharib, mu'an'an, matrub, masyhur, mudarraj, mu'allaq, dan banyak lagi kelas hadits itu yang telah dibuat oleh “ahlinya”, tentu saja ada yang dikelompokan sebagai hadits palsu. Dan dari beragamnya pemahaman Al Hadits inilah sebenarnya masalah LATEN antar sesama umat Islam bertahan dari zaman ke zaman.
Begitu juga…, SEGERA setelah Rasulullah wafat, maka muncullah konflik perebutan kekuasaan kekhalifahan antara “pengikut dan pendukung” Ali Bin Abi Thalib di satu pihak dengan kelompok sahabat-sahabat lainnya, misalnya dengan “para pendukung” Abu Bakar Siddiq. Saat itu memang belum dikenal adanya sistem PEMILU seperti sekarang ini. Dari konflik kekuasaan ini, lahir pulalah ribuan hadits yang sengaja dipalsukan oleh para pendukung masing-masing kubu yang bertikai. Hadits-hadits palsu itu apalagi kalau bukan untuk saling menjelekkan lawan politiknya dan saling memuji akan keutamaan dan kebagusan kelompoknya sendiri. Pertikaian politik dan dampak buruknya terhadap perkembangan (baca kemunduran) perjalanan peradaban Islam ini akan dibahas dalam sub bab “Mengupas Kulit Bawang Sejarah”.
Yang menarik adalah…, Rasulullah semasa hidupnya telah menjalankan FITRAH DIRI Beliau sendiri dengan begitu enak dan bebasnya. Setiap permasalahan Beliau tuntaskan sesuai dengan kondisi bangsa Arab saat itu. Setiap ada sahabat yang datang kepada Beliau membawa masalah, lalu Beliau selesaikan masalah tersebut sesuai dengan tingkat kecerdasan, keimanan, kekayaan, keilmuan sahabat tersebut. Saat Beliau berhadapan dengan sebuah keadaan atau suasana baru, maka Beliau lalu bertindak dan takluk terhadap keadaan baru itu, akan tetapi dengan ketaklukan yang mengikuti FITRAH. Kalaulah dibuat sebuah FILM DOKUMENTER tentang menit ke menit dalam hidup Beliau, maka film itu akan MENGALIR dengan enak, mulus, dan smooth. Film itu akan memuat semua suka, duka, derita, bahagia Beliau selama memperkenalkan ISLAM, IMAN, IHSAN, kepada bangsa ARAB yang sangat jahiliyah saat itu. Mengalirnya perbuatan dan perkataan Beliau dengan sangat smooth inilah yang saya namakan sebagai As Sunnah (sunatullah). Dan ESENSI dari As Sunnah ini akan ABADI sepanjang zaman, karena semua memang merupakan FITRAH manusia itu sendiri. Dan ESENSI (KONTEKTUAL) dari As Sunnah sebagai cara-cara Nabi takluk terhadap fitrah Beliau inilah yang ditinggalkan oleh Rasulullah untuk diikuti oleh umat penerus Beliau di belakang hari, yaitu agar umat di belakang Beliau juga TAKLUK terhadap fitrah mereka masing-masing.
Yang tak kalah luar biasanya cara Rasulullah dalam memotivasi umat adalah: *Untuk hal-hal BURUK, sebelum kejadian buruk itu terjadi atau dilakukan oleh para sahabatnya, Rasulullah seakan-akan menakut-nakuti mereka dengan hukuman yang sangat keras, dengan dosa yang sangat besar. Akan tetapi tatkala keburukan itu sudah atau terjadi juga, bisa lantaran kebodohan maupun ketidaktahuan mereka, maka Rasulullah hanya menyuruh umat itu untuk bertobat, untuk minta ampun, dan berbagai sikap pemaafan lainnya. Kalau tidak sangat terpaksa, Beliau tidak akan menjatuhkan hukuman bagi yang berbuat buruk itu.
*Sedangkan untuk hal-hal yang BAIK, Rasulullah seakan-akan mengiming-imingi umat dengan pahala dan ganjaran yang sangat menggiurkan bagi umat untuk melaksanakannya dan hukuman yang sangat keras bagi umat yang meninggalkannya. Akan tetapi tatkala umat tidak mampu melaksanakan kebaikan itu, maka Beliau juga menggembirakan umat dengan kata-kata pemaafan yang sangat arif. Ya…, sudah, Tuhan tidak akan menyusahkan umat di luar kemampuan umat itu sendiri …
Sungguh Rasulullah itu adalah sebuah buku hidup yang sangat luar biasa.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad…..
MENGUPAS KULIT BAWANG SEJARAH…
Di sini akan di bahas secara gamblang tapi ringan lapis demi lapis kulit bawang sejarah tentang munculnya kelompok-kelompok dalam perjalanan sejarah Islam yang nantinya akan berdampak pada kerancuan pemahaman Al Hadits. Mungkin kita selama ini bingung terhadap kenapa begitu banyaknya aliran dan kelompok-kelompok yang ada dalam ajaran Islam. Selama ini kita terombang ambing dengan klaim berbagai aliran dan kelompok bahwa HANYA aliran atau kelompok merekalah YANG BENAR..., dan yang di luar kelompok mereka itu adalah SALAH, kafir, atau sesat. Luar biasanya lagi…, setiap kelompok itu seperti punya dasar yang sangat kuat dari berbagai Al Hadits.
Kondisi ini benar-benar membuat sebagian besar, sekali lagi hampir sebagian besar umat Islam, tidak hanya di Indonesia tapi juga hampir di seluruh dunia seperti berada dalam FASE KEBINGUNGAN, FASE MAMPET, bahkan sudah sampai pada tahap FASE BERJALAN MUNDUR dalam menghadapi gejolak zaman yang sungguh dahsyat ini. Jadinya umat Islam secara keseluruhan saat ini seperti ditertawakan orang, dilecehkan orang.
Artikel ini akan mencoba mencari akar penyebab munculnya pertentangan demi pertentangan itu. Setelah membaca artikel ini pembaca mungkin akan berada dalam fase kebingungan, atau mungkin malah sebaliknya bisa menjadi insan yang mampu mereposisi sikap diri dalam menghadapi parahnya sentimen anti kelompok seperti saat ini. It is up to you... . By the way, ini adalah salah satu wujud dari belajar agama sambil MIKIR.
Nanti kalau anda tahu akar sejarah ini, maka mungkin anda akan tertawa saja melihat proses gilas-menggilas pemikiran dan perlakuan antar kelompok-kelompok ini. Sampai-sampai tiap kelompok saling mengklaim bahwa syorga itu hanya milik kelompok mereka saja. Bagi saya, biarin syorga itu mereka saling klaim sebagai hanya milik kelompok mereka, ambilah tuh semua. Saya sih nanti cukup kemping saja di pinggir syorga.
Titik Awal Pertikaian Hitam…
Kulit bawang terluar yang patut dikelupasi terlebih dahulu adalah waktu beberapa saat setelah Rasulullah wafat.
Kala itu, jasad Rasulullah SAW sudah terbujur kaku sekitar dua-tiga hari di rumah Beliau. Abu Bakar, Umar, Usman, dan sahabat-sahabat lainnya ra., masih sibuk di luar rumah membicarakan siapa yang akan menggantikan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan. Perundingan dan lobi-lobi para pihak masih terlalu alot untuk sebuah keputusan politik yang bisa diterima semua pihak. Di dalam sana jenazah Rasulullah hanya ditunggui oleh Ali bin Abi Thalib ra. Sudah tiga hari jenazah Beliau belum dikuburkan juga. Sedangkan Ali ra. tidak diikutsertakan dalam pembicaraan politik tingkat tinggi itu. Akibatnya timbul ketidakpuasan dari pendukung Ali ra.
Padahal dalam banyak hadits, Rasulullah SAW seakan-akan mengistimewakan Ali ra. Misalnya disebut sebagai "pintu ilmu", gudang ilmu, yang selalu menggantikan Nabi sebagai imam shalat jika Nabi berhalangan. Sungguh banyak keutamaan-keutamaan ini diriwayatkan baik oleh kelompok Syiah maupun Ahlussunnah.
Lalu menurut kelompok Ali, keutamaan-keutamaan itu mengindikasikan bahwa Ali pantas untuk memegang tampuk pemerintahan pengganti Rasulullah. Karena maksud ini tidak kesampaian, maka akibatnya pendukung Ali menjadi sakit hati yang berkepanjangan.
Singkat kata, keputusan politik jatuh bahwa Abu Bakar ra ditetapkan sebagai khalifah pertama. Umar ra. menyambut estafet pemerintahan berikutnya. Masa-masa Abu Bakar dan Umar Bin Khattab ra. tidak akan dibahas dulu. Saya akan mencoba melihat secara kritis dan singkat kondisi politik saat pemerintahan Usman Bin Affan ra dan Ali bin Abi Thalib ra.
Saat Usman ra. memerintah terjadilah kondisi dimana beberapa orang keluarga dekat Usman diberikan kekuasaan di daerah-daerah lain yang berada dalam kekuasaan Khalifah Usman ra. Sejenis KKN dalam pengangkatan pejabat pemerintahan mulai merebak dan mendapat protes dari kelompok lainnya. Akibatnya lahir kelompok baru penentang sistem pemerintahan Usman bin Affan ini. Kelompok ini terkenal dengan istilah kelompok "KHAWAARIJ". Kelompok ini melakukan oposisi yang keras terhadap pemerintahan Usman.
Seiring dengan itu dari kubu Ali masih tertanam rasa "di-kudeta" atas tampuk kekuasaan yang seharusnya jatuh ke tangan Ali. Puncaknya adalah terjadinya pembunuhan Usman bin Affan yang dilakukan oleh anak angkat Ali bin Abi Thalib. Saat itu Usman sedang shalat lho..!!. Seorang sahabat dibunuh oleh anak angkat sahabatnya sendiri. Sungguh kenyataan
yang sulit bagi kita untuk tidak merasa malu.
Di lain pihak terjadi juga gesekan antara mertua dan menantu yaitu antara Aisyah dengan Ali. Awalnya adalah saat suatu kali jatuh fitnah kepada Aisyah bahwa beliau berselingkuh. Lalu Rasulullah minta pendapat kepada Ali. Dengan lantang Ali menyarankan "CERAIKAN". Kata-kata ini didengar langsung oleh Aisyah dan ini membuat beliau juga memendam bara dendam kepada Ali.
Puncak perseteruan mertua dan menantu ini mencapai puncaknya saat mana onta yang sedang ditunggangi Aisyah disembelih oleh pendukung Ali. Peristiwa ini melecut peperangan yang dikenal dengan nama perang Jamal (perang onta).
Kala itu terjadi sejarah perburuan Siti Ai’syah ra. dan rombongannya (diantaranya yang terkenal adalah Abu Talhah, Zubair, Muawwiyah, Abu Sofyan, dan keluarga Usman) terhadap Ali bin Abi Thalib ra. dan sahabat-sahabatnya di Irak sana. Kulit terluar ini ditandai dengan terjadinya saling berbunuh-bunuhan secara besar-besaran antara sesama kaum muslimin sendiri. Nantinya ternyata di negara Irak itu sejak dari zaman dulu, zaman sahabat-sahabat Rasulullah, bahkan sampai sekarang, sudah menjadi tempat ajang pembantaian sesama manusia. Sesama umat yang bernabikan Muhammmad SAW, dan bertuhankan Allah SWT.
Suatu ketika, rombongan Siti Ai’syah, Muawwiyah, Abu Sofyan, keluarga Ustman berbondong-bondong datang hanya ingin untuk menuntut rasa keadilan Ali bin Abi Thalib atas terbunuhnya Ustman bin Affan oleh Muhammad ibn Abi Bakr, anak angkat Ali bin Abi Thalib sendiri. Kan keterlaluan itu. Bayangkan…, sahabat beliau sendiri dibiarkan dibunuh. Dessss…, meninggal.
Singkat kata…, setelah Ustman bin Affan terbunuh, kemudian Ali diangkat menjadi khalifah. Dalam perjalanan pemerintahan Ali bin Abi Thalib, keluarga Ustman lalu menuntut balas atas terbubuhnya Ustman beberapa waktu yang lalu. Keinginan yang wajar saja sebenarnya. Secara otomatis keluarga ini ingin mencari keadilan dong; “Tolong Ali, yang membunuh bapak saya agar di adili”. Setuju kan…?. Karena memang Ustman dibunuh oleh anak angkatnya Ali bin Abi Thalib. Tapi anehnya oleh Sayyidina Ali, anak angkat beliau itu diangkat menjadi Gubernur di Mesir. Bukannya di adili, ee… sang pembunuh Ustman itu malah diangkat menjadi Gubernur.
Nguamuklah keluarga Ustman dan simpatisannya ketika itu. Inilah persoalan utama kenapa keluarga Muawwiyah dan keluarga Ai’syah marah kepada Ali dan kelompok yang mendukung beliau. Kemarahan kalangan Muawwiyah dan keluarga Usman yang tidak bisa dibendung inilah nantinya yang akan memicu terjadinya sebuah pertempuran sengit antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan penentang beliau. Lalu Ai’syah dan rombongan beliau datang dengan sekian puluh ribu pasukan ke Irak untuk menyerang Ali.
Terjadilah pertempuran yang sangat sengit di Shiffin, atau ada juga orang menyebutnya dengan perang Jamal (cammel). Duuaar…, perang pun terjadi, darah mengalir menganak sungai. Pasukan Ali tewas sekitar 5000 orang dan dipihak Ai’syah tewas sekitar 10.000 orang. Kalau dibandingkan skala penduduk sekarang dengan dulu itu, mati 15.000 orang itu buuaanyaak sekali. Kalau sekarang mungkin padanannya yang mati itu adalah orang sekotamadya Cilegon di Banten sana. Yang mati itu manusia semua. Masak kalau itu dianggap fitnah, mereka tidak “telpon-telponan” dulu: “Ali kenapa kamu begitu…”. Wong namanya dengan mertua, ya… mbok ya dengerin. Masak sih dua-duanya nggak sadar. Kan dua-duanya bisa mikir; “Ini mau bunuh-bunuhan kita ini”. Dua-duanya bunuh-bunuhan ini..!. Tapi itulah…, semuanya ngotot. Lalu jedaaaaar… tewas.
Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan di Shiffin ini, tentara Ali dapat menumpas mundur tentara “pembangkang”. Tetapi tangan kanan (kepercayaan) Muawiyah bernama Amr ibn ‘As dengan cara yang sangat licik menyatakan menyerah dengan mengangkat Al Qur’an di atas kepalanya, sehingga pertempuran dihentikan oleh Ali. Qurra’ yang dipihak Ali mendesak Ali untuk menerima tawaran untuk berdamai. Sehingga terbentuklah kesepakatan damai antara kedua belah pihak, sebagai pengantara diangkat dua orang : ‘Amr ibn al ‘As dari pihak Muawwiyah dan Abu Musa Al Asy ‘ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr ibn al ‘As mengalahkan perasaan Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduannya bersepakat untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan Muawwiyah. Namun kenyataannya dalam pengumuman yang dibacakan oleh Abu Musa sebagai orang yang tertua, hanya Ali yang disepakati untuk dijatuhkan.
Bagaimana pun peristiwa ini merugikan bagi pihak Ali dan menguntungkan Muawwiyah. Padahal Ali sebagai khalifah yang legal sedangkan Muawwiyah hanyalah sebagai Gubernur.
Dengan adanya arbitrase ini kedudukan Muawwiyah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. Sedangkan Ali tetap mempertahankan kedudukannya sebagai khalifah sehingga ia harus mati terbunuh tahun 661 M oleh Abdul Rahman Ibn Muljam, dari pihak Ali yang kecewa atas keputusan yang dianggap salah. Ali di bunuh…, di tikam…, seeeet… tewas. Jadi dulu itu, kalau marah itu dilanjutkan dengan membunuh orang. Kalau sekarang ya paling teriak-teriak di DPR. Kalau dulu itu malah nyembelih orang. Orang yang dinilai salah itu di sembelih. Apa ndak memiriskan hati itu…!?. Dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ini, maka Muawwiyah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bercokol sebagai penguasa baru.
Persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan politik sebagaimana digambarkan di atas inilah yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang melakukan bid’ah dan khurafat. Kekacauan terjadi sepeninggal Ali. Mereka-mereka saling mengkhianati dan gelap mata. Dan yang sangat luar biasa adalah, mereka tidak lagi menghargai Rasulullah dengan membunuh cucunya yang paling dicintainya, Hasan dan Husein, di padang Karbala.
Hasan-Husein (cucu Rasulullah) dipotong kepalanya oleh kelompok Mu’awiyah. Mu’awiyah itu siapa…?. Beliau dalam hadits adalah termasuk 10 besar sahabat yang masuk syorga. Bingung lagi kan?. Sahabat yang masuk 10 besar orang yang masuk syorga kok tega membunuh cucu Rasulullah gitu lho. Sang 10 besar masuk syurga kok mau membunuh saudaranya sendiri. Saya yang hanya ndak mau pakai celana “ngatung” ini saja, saya yang kadang-kadang salaman dengan cewek saja, masih dihakimi orang telah melakukan ma’siat. Oalah…, cucu Nabi disembeleh pak. Apa itu ndak disebut ma’siat pak…?. Maka wajarlah kalau pendukung Ali (baca: kaum Syiah) sangat membenci kelompok Muawwiyah, Usman dan Khawarij.
Lalu…, kecintaan mereka (kaum Syiah) terhadap cucu Rasulullah dan Ahlul Bait mengubah sistem politik dari bentuk kekhalifahan yang diprakarsai oleh Abu Bakar, menjadi sistem Imamah. Kekacauan politik semakin meruncing tajam sehingga muncul di sana-sini kelompok-kelompok yang mengatasnamakan kebenaran untuk kepentingan politiknya. Bahkan pada masa itu dikenal pengarang-pengarang hadits palsu untuk dijadikan dalil menyesatkan lawannya. Karakter itu masih terasa sampai pada masa sekarang yang berkembang menjadi saling menyesatkan antara golongan dan aliran.
Inilah awal pertentangan terpanas antara sesama pemeluk agama Islam sendiri. Kemudian pertumpahan darah itu akan melahirkan saling tuding di antara keduanya. “Ali salah…”, kata kelompok Aisyah. Dan tudingan itu dibalas pula oleh kelompok Ali: “Ai’syah yang salah…”. Dan sejak saat itulah ditanamkan oleh para penerus Nabi itu pertentangan demi pertentangan yang nantinya akan melahirkan pertentangan ALIRAN-ALIRAN dalam Islam.
Nanti sejarah akan bercerita bahwa diantara kelompok-kelompok itu, jika satu kelompok berkuasa maka kelompok oposannya seringkali "dihabisi". Dan ini terjadi silih berganti. Sampai sekarang pun begitu. Sebelum Dinasti Fahd memerintah, kelompok Habaib masih bisa hidup di Arab Saudi. Akan tetapi secara perlahan para Habaib ini tersingkir dari Arab Saudi. Yang paling lawas adalah geliat politik pasca Saddam Husein di Irak sana dimana
sebentar lagi kita mungkin akan melihat kelompok Syi'ah mendesak kelompok Sunni, atau mungkin sebaliknya (karena disana sedang terjadi reposisi masing-masing kelompok di bawah bayang-bayang provokasi dan hasutan Amerika dan koleganya.
Kenapa saya harus membuka sejarah ini…?. Ya…, karena banyak sekali umat Islam saat ini yang tidak mengetahui kenapa mereka harus saling menyalahkan. Mungkin sudah banyak juga yang mengetahui sejarah ini, cuma belum bisa memetik pelajaran dari sejarah perjalanan kelam tersebut. Kalau kita belajar agama tidak dari sejarah ini, kita nggak akan pernah tahu apa persoalan yang sebenarnya, kenapa Syiah disalahkan, kenapa Mu’tazilah disalahkan, kenapa ini…, kenapa itu… Dan anehnya setiap aliran lain dibilang KAFIR oleh kelompok lainnya. Jadi puncak penyebab masalahnya adalah dari peperangan di atas.
MUNCULNYA GOLONGAN-GOLONGAN…
Nah…, pada masa pertumpahan darah di atas, lalu ada kelompok yang tidak setuju dengan pertempuran tadi itu, dari kelompok Ali sendiri. “Ali terlalu lemah”, kata sebagian pasukan Ali. “Seharusnya Ali tidak memberikan konsesi-konsesi terhadap Mu’awiyah”. Sebagai anak buah, mereka menuntut. Ini bak pertanyaan anak buah Gus Dur, “kenapa Gus Dur diam aja di kerjain Amin Rais, kalau begitu saya WALK OUT saja”. Maka kelompok yang keluar dari kelompok Ali ini kemudian disebut sebagai kelompok Khawarij (walk out). Jadi dari zaman dulu sudah ada itu yang namanya walk out. Dalam bahasa Arab namanya Khawarij. Kalau sekarang kasusnya mungkin sama dengan perpecahan internal sebuah partai. Bagi kelompok yang tidak sejalan lagi dengan kebijakan partai yang ada, akan muncul sekelompok orang yang membentuk partai lain dengan menambah berembel-embel reformasi di belakang nama partai yang lama. Misalnya, PPP Reformasi, PDI Perjuangan, dan mungkin sebentar lagi Golkar Reformasi, dan sebagainya.
Jadi, wajar saja kalau ada anggota kelompok kita yang tidak sejalan dengan kebijakan kelompok itu sendiri. Andai kata saat itu kita ikut sebagai pelaku sejarah itu, dan kita menjadi khawarij apa ya salah… ???. Dengan berpikir sebagai manusia biasa saja, jangan sebagai wali, karena wali itu berpikirnya sangat bening: “kok sama mertua bisa hantam-hantaman begitu lho…”. Ya…, sebagai manusia, apa kita akan ikut keluar dari kelompok Ali itu. Kalau saya sih rasanya akan keluar. Tapi sama kelompok Ali, kelompok Khawarij ini lalu dicap KAFIR. Hanya karena Khawarij ini keluar dari barisan Ali. Maka sejak itu lahir pulalah pengkafiran-pengkafiran yang ditujukan kepada lawan-lawan politik masing-masing bagi yang sedang berseteru tersebut. Misalnya, Kelompok Ali mengkafirkan Ai’syah dan Khawarij. Begitupun sebaliknya. Gayungpun bersambut. Maka sejak itu pun istilah kafir lalu berbunyi seperti suara tokek….!!!.
Lalu ada yang berfikir RASIONAL. Ali mereka anggap tidak salah. Ai’syah juga mereka angap tidak salah. Tapi dua-duanya itu tidak dianggap kafir oleh kelompok yang berfikir rasional ini, walau saat itu sangat mudah muncul cap kafir bagi lawan sebuah kelompok lainnya. Karena memang waktu itu sangat mudah terjadi saling pengkafiran. Namun kelompok berfikir rasional ini hanya menganggap kedua kelompok itu, Ali di satu pihak dan kelompok Aisyah di pihak lain, hanya telah melakukan suatu kesalahan saja yang disebut dengan “asyii” (orang yang melakukan kesalahan). Artinya mereka menganggap Ali dan Aisyah hanya mukmin yang punya salah. Kelompok yang berfikiran seperti ini lalu disebut orang dengan nama MU’TAZILAH, RASIOANALIS. Artinya kelompok yang menggunakan rasio, menggunakan pertimbangan yang rasional. Ada juga orang yang menyebutnya dengan “AHLUL ‘ADLI”, kelompok yang adil, atau kalau sekarang mungkin disebut “partai yang adil”.
Karena tidak berpihak seperti ini, maka oleh kelompok Ali, mereka dianggap KAFIR juga. Kenapa mereka dianggap kafir oleh kelompok Ali …?. Yaa…, ini karena oleh Mu’tazilah, Ali bin Abi Thalib dianggap punya kesalahan (maksiat). Padahal oleh kelompok Ali, Ali itu dianggap Imam Suci, yaitu orang yang tidak pernah punya salah dan mempunyai derajat MAKSUM (terpelihara dari dosa dan maksiat). Maka oleh pendukung Ali yang bilang bahwa Ali adalah maksum ini, kaum Rasionalis (Mu’tazilah) ini lalu mereka cap kafir juga.
Padahal kaum Mu’tazilah ini lagi mikir-mikir, bahwa secara rasional saja Ali dan Ai’syah ya salah, karena mereka saling membunuh orang banyak. Walaupun begitu, Ali maupun Ai’syah tidak anggap kafir oleh kaum Rasionalis ini. Tapi oleh kelompok Ali yang tetap mengklaim bahwa Ali itu suci, maupun oleh kelompok Aisyah yang juga menganggap Aisyah itu suci, kelompok Rasionalis ini dianggap kafir pula. Padahal kalau direnung-renungkan, dari mana tuh rumusnya ada orang yang saling berantam dan dua-duanya merasa benar, dari mana hitungannya?. Paling tidak ya salah satu salah…?. Ini pendapat orang yang berpikiran rasional. Tapi yang berpikiran rasional begini tetap dianggap salah dan kafir oleh pihak Ali maupun pihak Aisyah.
Lalu antara kelompok Ali maupun kelompok Aisyah ini sampai turun temurun saling tidak mau menerima riwayat hadits dari pihak lawannya. Kelompok Ali tidak mau menerima hadits yang diriwayatkan oleh Ai’syah. Begitu juga kelompok Ai’syah juga tidak mau menerima hadits yang datangnya dari Ali. Untuk membuktikannya lihatlah kitab Riyadushshalihin, Bulughul Maram. Dalam kitab-kitab tersebut hampir-hampir tidak ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalib. Begitu juga dalam kitab hadits yang dikumpulkan oleh pendukung Ali, sangat jarang sekali bisa ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh kelompok Aisyah.
Inilah awal terjadinya perpecahan hadits. Lalu hadits-hadits yang diriwayatkan dari Ali ini dikumpulkan menjadi hadits kelompok Syiah. Makanya dalam hadits Syiah, misalnya, masih ada kawin muth’ah (kawin kontrak). “Yuk kita kawin yuk, dua hari lalu udahan”, ini namanya kawin kontrak. Kawin kontrak ini memang pernah terjadi di zaman Rasulullah, akan tetapi sudah di nasakh (dihapuskan) dikemudian hari. Nah penghapusan kawin muth’ah ini hadistnya dipegang oleh Ai’syah. Kata Ai’syah, “Oo muth’ah itu sudah dihapus…!. Kelompok Ali menjawab: “no way…, aku nggak pernah dengar dari Rasulullah..”. Begitulah…!. Maka kemudian terjadilah keruwetan yang amat sangat tentang riwayat meriwayatkan hadits ini.
Kelompok Khawarij lalu nggak mau pakai hadits, mereka hanya mau pakai Qur’an saja. Mereka menganggap ruwet kalau pakai hadits, karena semua nggak bisa dipercaya. Makanya kelompok Khawarij ini nggak mau shalat. “Pokoknya saya tauhid saja, saya ikut Allah dan Muhammad saja, titik. Saya nggak mau riwayat-riwayatan hadits….!” Nah ini Khawarij namanya.
Terjadilah perpecahan antara sesama umat Islam sendiri dengan sangat ekstrim. Dari kelompok Aisyah lalu memunculkan cikal bakal bagi munculnya kelompok-kelompok yang disebut dengan Bani Umayyah, sedangkan dari kelompok Ali sangat terkenal dengan kelompok Bani Fatimiyah-nya. Dua kelompok besar ini bertempur tak habis-habisnya dari zaman ke zaman. Saat kelompok Ali yang menang, maka muncullah kerajaan Bani Fatimiyah. Lalu kelompok Bani Umayyah di kejar-kejar dan dibunuhi oleh keluarga Bani Fatimiyah ini. Begitu pun sebaliknya. Saat Bani Umayyah yang menang, maka Bani Fatimiyah pada gilirannya yang dikejar-kejar dan dibunuhi oleh kelompok Bani Umayyah.
Pertempuran turun temurun dua Bani ini lalu telah memunculkan dua golongan besar penganut Islam. Satu pihak dari Bani Umayyah melahirkan kelompok besar yang sekarang dikenal dengan kelompok Sunni, Ahlussunah Wal Jamaah. Sedangkan dari pihak Bani Fatimiyah melahirkan kelompok Syiah, atau kelompok yang mengikuti keimaman Ahlul Bait. Demikianlah terjadi silih berganti peristiwa hantam menghantam ini. Saat Saddam Husein yang berkuasa di Irak, maka kelompok Syiah di berangus seperti halnya juga di Arab Saudi sekarang ini.
Pertempuran dan perpecahan Sunni dan Syiah ini tidak berhenti di tanah Arab sana saja. Bahkan sampai mengalir sampai ke tanah Jawa. Di Jawa perseteruan ini ditandai dengan perselisihan antara Sunan Giri dan Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo hampir saja berbunuh-bunuhan dengan Sunan Giri, karena Sunan Kalijogo dianggap mengembangkan Syiah sedangkan Sunan Giri mengembangkan Sunni. Lalu muncullah Sunan Bonang sebagai penengah diantara keduanya. Perdamaian keduanya ditandai dengan berdirinya Masjid Demak. Tiang tatal yang diikat-ikat di Masjid Demak adalah perlambang dari proses perdamaian itu. Tiang Tatal itu seakan bermakna bahwa “wala tafarraku…, jangan bercerai berai”.
Maka setelah perdamaian antara Sunan Kalijogo dan Sunan Giri itu, maka digabunglah aliran Syiah dan aliran Sunni itu menjadi seperti yang dipraktekkan oleh orang-orang di NU sekarang ini. Makanya Gaya NU dalam pemerintahaannya adalah meniru Syiah, dimana umat harus patuh kepada mullah, kepada Gus. Gus itu suci dan turun temurun pula. Akan tetapi fikih yang dipakai adalah dengan menggunakan fikih Sunni. Ini sejarah…. NU adalah salah satu contoh keberhasilan penyatuan konsep ibadah serta imamah versi Syiah dengan fikih versi Sunni di bumi Nusantara ini …!!!
Sebenarnya masih banyak lagi varian perpecahan dalam agama Islam sampai saat ini. Tapi intinya perpecahan ini adalah akibat dari memahami hadits dan ajaran agama lainnya yang kemudian dengan berhasil dan sukses dibawa menjadi konflik antar golongan. Masing-masing golongan ini menjadi militan berkat faktor dan unsur-unsur pengikat emosional yang mereka bina dan pertahankan sedemikian rupa.
Apakah semua Sahabat saya sama ratakan dalam artikel ini...???. Ya ndak lah....
Banyak kok Sahabat yang mulia lainnya yang berbicara dan berbuat sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Yang saya kritisi adalah kekisruhan dan kebingungan umat yang sampai ke kita sekarang ini yang masih terasa akibat dari kekisruhan sejarah masa lalu perkembangan Islam. Sejak zamannya sahabat-sahabat juga. Ini yang saya kelupasi ya tentu saja semampu saya saja. Banyak lho kekaguman saya kepada ajaran-ajaran Ali bin Abi thalib, dan ahlul bait lainnya, maupun sahabat-sahabat besar lainnya.
Akan tetapi saya sepertinya agak sulit untuk menerima (dan saya juga tidak yakin ini dikatakan oleh Imam Ali) bahwa "Kami adalah pintu Allah. Jalan Allah hanya akan diketahui atau dikenal melalui kami..." (Pancaran Cahaya Shalat-Muhsin Qira'ati hal 42) . Fungsi AVATAR seperti inilah yang menurut saya sangat bertentangan dengan Al Qur’an. Karena misi Al Qur’an adalah untuk membabat habis, merevolusi perilaku manusia yang BERSANDAR kepada selain Allah.
Saya sangat yakin bahwa ungkapan di atas hanyalah ciptaan orang-orang atau pengikut Ali agar pengikut Ali punya suatu ALAT PEREKAT di antara mereka. Karena kalau perekatnya adalah Nabi Muhammad saw, maka semua golongan akan menjadi sama. Akan tetapi karena Rasulullah sudah dipegang lebih duluan oleh kelompok Aisyah dan sahabat yang kemudian melahirkan golongan SUNNIi, maka Kelompok Ali lalu membuat perekat lainnya yaitu Ali dan ahlul bait lainnya (yang memang saat itu - mungkin juga saat ini - sangat tertindas) yang kemudian melahirkan golongan SYI'AH. Dan masing-masing kelompok ternyata saling menolak hadits dari lawannya.
Nah..., saya tidak mau TERJEBAK oleh pertentangan kedua golongan ini. Lalu dua-duanya saya kelupasi. Lalu saya perhatikan keduanya dengan tidak mem-binding diri kepada keduanya. Hasilnya..., lho..., lho..., kedua golongan ini muaranya ternyata Rasulullah juga. Hadits-hadits yang dipakai dari Rasulullah juga. Lalu saya coba tinggalkan kedua kelompok itu dan saya lihat wejangan demi wejangan Rasulullah saja. Dan saya sangat terpesona. Ternyata ajaran Rasulullah itu ya ajaran yang sampai ke golongan Sunni dan ajaran yang sampai ke golongan Syi'ah YANG DIGABUNG menjadi SATU.
Disinilah saya melihat kualitas Rasulllah yang sangat mengatasi siapa pun. Beliau sangat cerdas, cemerlang, dan santun dalam membina umat Beliau. Saat ada yang bertanya tentang hukum-hukum, maka beliau menjawabnya SESUAI dengan kapasitas si penanya. Saat ada yang bertanya tentang kedalaman spiritualitas, maka Rasulullahpun menjawabnya SESUAI kualitas iman si penanya. Nah golongan SUNNI sekarang adalah golongan yang paling banyak mendapatkan dan mengumpulkan wejangan Rasulullah yang bersifat HUKUM-HUKUM sehingga golongan ini lebih terpaku dengan hukum-hukum yang kemudian berkembang menjadi berbagai pasal FIQIH dan hadits-hadits HUKUM lainnya. Akan tetapi golongan ini AGAK TERBELAKANG dalam pemahaman tentang HAKIKAT SPIRITUAL dari aspek HUKUM dan FIQIH yang mereka sangat mahir dan banyak tahu itu.
Sedangkan golongan Syi'ah (terutama kepada Ali Bin Abi Thalib) adalah tempat dimana Rasulullah BANYAK mewejang tentang kedalaman MAKNA SPIRITUAL dari sebuah perilaku AGAMA. Dan dari golongan Syi'ah inilah nantinya munculnya akar TASAWUF yang sekarang ini sudah sangat menyebar ke pelosok-pelosok dunia. Akan tetapi dalam perjalanannya, KEDALAMAN SPIRITUAL ini juga dirusak oleh beberapa perilaku para SUFI yang seakan-akan tidak perlu lagi dengan HUKUM dan FIQIH. Walaupun begitu tetap ada segolongan orang yang teguh berpegang kepada ajaran Ali Bin Abi Thalib sampai kepada JALUR AHLUL BAIT yang lainnya, golongan ini sekarang dikenal sebagai penganut Mahdzab SYI'AH. Ya monggo-monggo aja...
Jadilah muncul keruwetan baru dalam perkembangan Islam. Walaupun begitu saya punya sikap bahwa: SEMUA YANG DICIPTAKAN ALLAH (termasuk kondisi umat yang seakan-akan berpecah belah ini) ADALAH ADA MANFAATNYA. Fir'aun bermanfaat untuk memelihara Musa sejak kecil, dan menempa Musa saat beliau diangkat Allah menjadi Nabi, sehingga kualitas Nabi Musa benar-benar ditinggikan oleh Allah. Begitu juga Abu Jahal, Abu Lahab, adalah person yang menempa diri Muhammad SAW, sehingga beliau berhasil menjadi Rasul yang sangat ditinggikan derajatnya oleh Allah.
Bahkan iblis pun bermanfaat bagi manusia untuk menempa diri manusia menjadi orang-orang yang mukhlashin (berserah kepada Allah). Karena iblis dengan kesatria sudah memberitahu bahwa si iblis tidak akan sanggup menggoda orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Jadi salah manusianya sendiri kalau masih bisa digoda oleh iblis, tidak berserah diri sih....
Apalagi kalau hanya sekedar pertentangan dan perpecahan antar kelompok dan agama, ada manfaatnya juga. Anggap saja tujuannya untuk saling berlomba-lomba mencari kebaikan. Tinggal tiap-tiap golongan saling mencari metoda penyampaian usungannya agar bisa diterima masyarakat luas. Tinggal nanti kita lihat siapa yang bermanfaat bagi kemakmuran alam semesta ini. Kalau kita-kita tidak berhasil menciptakan kemakmuran dan kelestarian di alam semesta ini, yaa paling alam semesta ini akan hancur dengan sendirinya (sesuai dengan hukum-hukum Allah-sunatullah). Maka jadilah kiamat.
Nah dalam perkembangan golongan-golongan ini ada yang menarik perhatian saya. Begitu aspek hukum dan fiqih ini dibawa dan disebarkan di negara-negara yang tingkat ilmu pengetahuan tentang kealamannya sudah sangat maju, misalnya Amerika, Eropa, Jepang, maka umumnya mereka jadi takut dan ada kecenderungan merekam untuk menolaknya. Bahkan label teroris pun dengan ringan mereka lekatkan ke golongan yang memegang hukum dan fiqih dengan ketat ini. Sebaliknya kalau hukum dan fiqih ini dibawa kepada masyarakat yang tingkat ilmu pengetahuan alamnya masih rada-rada terbelakang seperti Indonesia, sebagian besar negara Arab dan Afrika, maka aspek hukum dan fiqih ini SEPERTINYA bisa mereka terima. Akan tetapi EFEKNYA lebih banyak kepada membuat ketakutan dan harapan. Efeknya lebih kepada LOGIKA KEKUATAN (meminjam istilah seorang teman saya).
Bagi masyarakat "maju" di atas akan lain halnya kalau yang diperkenalkan ke mereka adalah HAL / KONDISI kedalaman SPRITUAL, misalnya seperti yang dibawa oleh pengusung TAREKAT NAQSABANDI dan tarekat-tarekat besar lainnya, maka penerimaan mereka lebih cepat. Seakan-akan untuk mengiyakan hadits Nabi, "Sesunggguhnya kekayaan itu bukanlah kekayaan harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan JIWA". Hadits ini USHLUB-nya adalah untuk orang-orang yang sudah KAYA dengan harta dan dunia.
Nampaknya untuk bisa memahami hadits dengan baik, kita harus tahu juga masalah ushlub (kondisi dan arah kelompok yang dituju oleh hadits itu) saat Rasulullah berbicara tentang sesuatu. Kalau tidak tahu ushlub ini, maka kecenderungan kita adalah untuk menganggap bahwa semua hadits itu adalah buat kita. Ujung-ujungnya kita bingung sendiri. Kalau begitu boleh dong "membuang" hadits...?
Nah lho....!!!
MASA PEMANGKASAN AS SUNNAH…
Setelah As Sunnah Nabi SAW campur aduk, berantakan, dan banyaknya hadits palsu yang beredar akibat pertentangan dan peperangan sesama umat Islam di atas, maka kemudian muncul usaha dari Imam Buchari dan Iman-Iman lain untuk menyaring Sunnah tsb. Artinya dari JUTAAN SUNNAH, sebagian besar DIBUANG (bayangkan dibuang, dipangkas). Ini tidak cocok. Ini tidak pas. Ini pembawanya dulu pernah bohong (padahal mungkin saja setelah itu dia sadar dan tobat). Ini dari lawan politik kita, lalu buang saja.
Masih bagus kalau yang dibuang itu yang PALSU. Sekarang siapa yang bisa menjamin bahwa yang dibuang itu tidak termasuk yang ASLI dari Rasulullah. ISI-nya bagaimana kalau tidak seirama dengan Al Qur’an ..? (mudah-mudahan ini nggak ada)?. "Hmm.. nggak apa-apa, yang penting penyampainya bisa dipercaya kok". Seribu alasan. Sehingga sunnah dipotong dan tinggal menjadi SEKIAN RIBU HADITS. Dan ini yang kita bela habis-habisan sekarang. Jadi boleh nggak kita membuang BEBERAPA hadits sekarang ini ??. Wong dulu juga dibuang-buang kok.
Masalahnya kemudian adalah, tatkala film dokumenter kehidupan Beliau itu dicoba untuk ditulis dalam bentuk Al Hadits, apalagi setelah dipangkas menjadi hanya sekian ribu hadits oleh Imam-Imam terkenal seperti Bukhari, Muslim, Turmidzi, Abu Daud, dan mungkin Ali bin Abi Thalib, sehingga sekarang Al Hadits yang tersisa tidak lebih dari 20.000 Hadits, dengan berbagai tingkatan lagi, maka saat itu pula umat Islam mulai keteter untuk mengikutinya. Betapa tidak…, sesuatu yang mengalir dengan indah, lalu di coba untuk dipenggal di sana-sini menjadi Al Hadits, ya … jadinya ya begini…, As Sunnah itu tidak utuh lagi.
Andaikan dulu saya punya uang JUTAAN rupiah, kemudian uang saya hilang entah kemana, dan yang tersisa hanyalah Rp 20.000 saja. Maka saat ditanya orang tentang uang saya itu, maka jawaban saya adalah : “Uang saya sudah habis, hilang…”. Karena 20.000 rupiah sangatlah tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jutaan rupiah.
Nah…, dari sinilah mulai munculnya problematika umat Islam itu. Dengan semboyan berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Al Sunnah, akan tetapi As Sunnah yang dimaksud itu ternyata hanya sebatas ribuan tulisan TEKSTUAL Al Hadits, maka umat Islam itu terlihat berjalan seperti orang sempoyongan, serba kikuk, serba ragu, serba terbatas, serba mandeg dan… seratus serba lainnya (tapi dengan motivasi yang negatif).
Hal ini tak bedanya dengan melihat FILM KARTUN zaman “baheula”, dimana gerakannya terpatah-patah dan tidak smooth. Ya lucu jadinya…. Ibaratnya umat Islam sekarang ini adalah seperti orang dari “suku pedalaman” di tengah-tengah pandangan mata orang-orang kota. Mereka jadi tontonan orang. Lucu sih…
Al Hadits yang tersisa saat ini juga bak ibarat sebuah Rumah Sempurna (RS) yang terbakar nyaris habis ludes. Kemudian masyarakat mencoba bergotong royong mengais puing-puing di bekas rumah tersebut. Tiba-tiba ada yang menemukan 'seujung' karpet merah dipojokan. Tiba-tiba ada juga yang menemukan patahan daun jendela bekas terbakar. Tiba-tiba ada juga yang lain menemukan bagian kecil ..., menemukan sebagian ini, itu...dst. Dan kemudian masing-masing penemu itu saling berseru: “Ini asli dari Rumah Sempurna itu lho…”. Masing-masing mengatakan: “Yang lain itu palsu, karena bagian yang lain itu ditemukan oleh si A yang terkenal pembohong…”. Dan akhirnya kelompok-kelompok manusia itu sibuk mengklaim bagian yang dia dapatkan yang berasal dari Rumah Sempurna tadi. Padahal saat masih utuh, RS itu menjadi tempat yang sangat ideal dan bisa dinikmati oleh semua orang. Orang miskin, orang kaya, orang rajin beribadah, orang yang pemalas shalat malam sekali pun bisa merasakan manfaat dari Rumah Sempurna tersebut
Kadaluarsanya TEKSTUAL Al Hadits…
Sebenarnya umat Islam sekarang ini, yang selalu bersemboyan bahwa kita adalah umat yang mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah SAW, sudah banyak yang meninggalkan Al Hadits, karena sudah tidak cocok lagi dengan peradaban sekarang, terutama hadits-hadits yang bersifat berhubungan dengan ciri ketubuhan (fisik) Rasulullah. Beberapa contoh yang ringan-ringan saja akan saya berikan untuk pembuka wacana, misalnya: 1. Beberapa gelintir umat Islam masih tetap dengan gigih mengiklankan tentang TEKSTUAL Al Hadits mengenai keutamaan SIWAK. Akan tetapi diantara sekian ratus juta umat Islam, yang masih tetap setia memakai SIWAK hanyalah dalam hitungan ribuan orang saja, nggak ada artinya lah jumlah itu. Akan tetapi dengan melihat KONTEKS dari Al Hadits tentang siwak itu, yaitu tentang keutamaan membersihkan gigi, maka hampir seluruh manusia telah mengamalkan Al Hadits itu walau dengan berbagai alat bantu yang berbeda dengan siwak. Hadits tentang siwak itu lalu menjadi hadits yang kadaluarsa dan tinggal sebagai sejarah dan kenangan saja.
2. Hadits tentang pentingnya mengajarkan anak dengan 3 keterampilan : berenang, memanah, dan berkuda, juga mengalami hal yang sama. Hanya pengajaran berenang lah yang masih sangat relevan dengan peradaban saat ini, sedangkan pengajaran memanah dan berkuda hanya cocok untuk kegiatan yang diperlombakan seperti di PON. Karena peradaban memanah dan berkuda sekarang sudah digantikan dengan peradaban yang memakai senapan dan kendaraan bermotor.
3. Al Hadits untuk memakai baju putih-putih pun tidak selalu bisa diamalkan di sembarangan tempat dan waktu. Ada yang lucu saat terjadinya konflik di Ambon dulu. Ketika itu ada sekelompok umat Islam yang datang ke sana dengan atribut pakaian putih-putih lengkap dengan sorban dan topi hajinya. Saat terjadi pertempuran sporadis, baik di hutan-hutan dan malam hari, maupun di dalam kota, maka pasukan putih-putih itu dengan mudah ditembaki lawan. Karena siapa pun tahu bahwa fitrahnya pakaian dalam peperangan adalah dengan memakai pakaian penyamaran (loreng-loreng).
4. Dalam peperangan juga, Nabi dulu berada di garis depan untuk memimpin perang dan memberi semangat kepada pasukan muslimin. Akan tetapi sekarang ini, panglima perang hanya duduk-duduk di kantor, atau tidur-tiduran di rumah sambil memberikan perintah lewat radio…!!. Nggak ngikut contoh Nabi lagi…!
5. Ada juga orang-orang yang sangat getol mencirikan bahwa umat Islam itu AFDALNYA pakai jubah, sorban, dan berjenggot. Tapi tahukah Anda bahwa Abu Jahal, Abu Lahab dan kafir Quraish lain pun penampilannya begitu seperti wali-wali dalam film sinetron di negara kita.
Banyak lagilah contoh-tontoh dari perilaku Nabi yang sudah tidak dipakai orang saat ini. Apalagi perilaku sahabat-sahabat yang demikian beragamnya. Sekarang ini tidak ada satu orang pun yang benar-benar telah mengikuti sahabat-sahabat Nabi, apalagi untuk mengikuti apa-apa yang dicontohkan Nabi, mengikuti As Sunnah. Nggak lah…!, Tapi kalau hanya mencoba-coba untuk menyesuaikan diri dengan berbagai Al Hadits, yaa… sungguh banyak sekali.
Al Qur’an, Al Hadits dan Kitab Ulangan…
Pada kesempatan ini saya akan coba tayangkan sebuah masalah yang kejadiannya adalah abadi, ada sepanjang masa, yaitu tentang perzinaan.
Dalam ayat Al Qur’an:
"Perempuan yang berzina, dan lelaki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera..... (An Nuur 2) .
Dalam Hadits Iman Buchari:
"lelaki dan perempuan dewasa (muhsan/berkahwin) apabila berzina maka rejamlah kedua-duanya sekaligus sebagai balasan dari pada Allah...
Begitu juga dengan hadits yang terkenal tentang pengakuan seorang wanita yang hamil karena perzinahan, yang oleh Nabi ditunda pelaksanaan hukuman rajamnya setelah anaknya lepas masa menyusu.
Dalam Kitab Ulangan PL-05 (22: 22 s/d 24):
22. Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati; laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.
23. Apabila ada seorang anak gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia,
24. maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa istri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.
Saya cuma bertanya dengan segenap kerendahan hati saya. Hadits di atas apakah mengikuti Al Quran atau mengikuti Kitab Ulangan ??.
LALU BAGAIMANA…?
Inilah perlunya tahu sejarah. Jadi kita bisa punya sikap dalam berfikir. Sumbernya dulu dibongkar. Anda mau berbicara tentang hadits-hadits, ya di bongkar dulu sumbernya…, baru jalan…!!!. Kalau nggak, nanti kita akan disuruh ngikutin hadits menurut pikiran orang yang ngajarin kita itu nantinya.
Rasa-rasanya lengkap sudah kita meneropong dan mengelupasi tentang perkembangan Al Hadits dari masa ke masa. Mungkin saja kemudian ada yang mulai meragukan Al Hadits seperti yang banyak muncul di masyarakat sebelumnya, seperti kelompok “Inkarussunnah”. Lalu…???
Kalau kita berhenti disini, maka mungkin orang-orang yang inkarussunnah akan bersorak mengiyakan bahwa Al Hadits sudah tidak bisa dipakai lagi sekarang. Akan tetapi mari kita lanjutkan kebagian penutup yang akan memuat alternatif bersikap terhadap kumpulan Al Hadits yang sampai kepada kita saat ini.
SIKAP BERKETUHANAN…
Ternyata Al Sunnah adalah sebuah realitas perjalanan panjang Rasulullah sehari-hari, dari waktu ke waktu, dalam sikap berketuhanan. Realitas demi realitas ayat-ayat Al Qur’an muncul dengan sangat mencengangkan yang kemudian Beliau sampaikan kepada sahabat-sahabat Beliau. Dan sahabat-sahabat pun mampu mencerap realitas itu dengan kualitas sami’na wa atho’na (tanpa reserve). Namun, sebuah pengajaran juga bisa dipetik saat ini. Bahwa siapa pun yang luput dari sikap berketuhanan, baik itu tingkatannya adalah sahabat-sahabat Nabi, penerus Nabi berikutnya, sampai ke kita sekarang ini, maka yang akan kita dapatkan adalah kesengsaraan dan kelemahan belaka bagi kita.
Bersikaplah dengan sikap berketuhanan, maka As Sunnah itu akan muncul dari dalam diri kita sendiri. Maka berapa pun Al Hadits yang akan sampai kepada kita, kita akan senyum-senyum saja melihat “muatan budaya duta istimewa Tuhan” di dalamnya. Karena kalau kita tidak mempunyai sikap berketuhanan, maka As Sunnah lalu bisa terpangkas menjadi Al Hadits milik budaya Allussunnah, Al Hadits milik budaya Syi’ah, Al Hadits milik budaya golongan dan mahzab-mahzab tertentu. Tidak…., jangan begitu…!!.
As Sunnah itu TIDAK akan pernah batal, rusak, atau masuk kelompok hadits berkualitas jelek (tidak shahih) hanya gara-gara penyampainya dulunya diperkirakan suku berbohong, atau perawinya diragukan. Tidak…!. As Sunnah adalah sebuah muatan universal yang masing-masing kita sudah punya dan tertanam di dalam dada kita. Hanya kesombongan dan keangkuhan kita saja yang telah berhasil menutup As Sunnah itu dari perilaku kita sehari-hari.
Sungguh Rasulullah telah mencontohkan bagaimana kita seharusnya bisa takluk terhadap SUNATULLAH (hukum-hukum Allah) itu, yang dalam istilah agamanya adalah BER-ISLAM. Dan tunduk kepada sunatullah dengan tanpa reserve telah dilabeli Allah dengan istilah TAWAKKAL. Jadi tawakkal adalah sebuah suasana dimana seseorang mewakilkan segala-galanya kepada Tuhan dengan mengikuti aturan-aturan Tuhan yang telah ditetapkan Tuhan. Aturan Tuhan itu, misalnya, bekerjalah, majulah, berdaganglah, intidzar-lah (jadi pengamatlah), bertebaranlah di bumi, sekolahlah, jadi dokterlah, jadi sarjanalah, bangunlah peradabanmu, carilah kekayaan, dsb. Karena di semua aturan Tuhan itu ada sesuatu buat kita. Akan tetapi jangan lupa, mulailah semua itu “dengan dan atas nama Tuhan”, akhirilah “dengan dan atas nama Tuhan” pula (dzikrullah). Jadi tawakkal itu bukanlah suasana NRIMO, atau pasrah tanpa kita “DIGERAKKAN” untuk melakukan sesuatu dan menghasilkan sesuatu bagi kita. Tawakkal itu haruslah MENGHASILKAN sesuatu untuk dirinya sendiri maupun untuk rahmat bagi semua orang.
"... Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". (At Thalaaq 3)
Kalau dalam bahasa sekarang tawakkal itu mungkin bisa disebut dengan “melakukan fungsi-fungsi sunatullah” yang dimana-mana orang pasti melakukannya walau dengan kadar dan intensitas yang berbeda dari satu bangsa ke bangsa lainnya. Fungsi keseharian kita saja sebenarnya, misalnya, ber: a(khlak)-pol(litik)-ek(onomi)-sos(sosial)-bud(aya)-pen(didikan) to say the least.
Nah…, untuk hadits-hadits tentang “apoleksosbudpen” diatas, dalam pelaksanaannya saya akan melihat dulu USLUB dari hadits itu. Gunanya adalah agar supaya saya tidak terlalu “keberatan beban” yang tidak sesuai dengan kemampuan saya yang sangat terbatas ini. Dari sekian banyak hadits tentang hal keseharian tersebut di atas, saya pilih uslubnya yang cocok dengan saya saja. Karena kalau semua hadits itu saya “kekep” untuk saya sendiri, maka saya akan menjadi orang yang schizoprenia, orang yang berkepribadian ganda, yaitu walau otak saya bisa mengetahui dan menerima hadits ini dan itu, tapi saya tidak punya daya apa-apa untuk menerapkannya dengan “enjoy”.
Didalam hadits apoleksosbudpen ini, ada yang uslubnya untuk pengemis, untuk orang kaya, untuk anak-anak, untuk pemimpin, untuk yang dipimpin, untuk pelajar, untuk guru, untuk pedagang, untuk… berbagai kalangan dan usia yang berbeda. Walau pun begitu, diantara semua kriteria itu, ada nilai-nilai universal yang tidak saja bisa diterima oleh segenap umat Islam (tanpa peduli aliran dan sekte apa dia), akan tetapi juga oleh umat Kristen, Hindu, Budha, Shinto, dan kepercayaan lainnya. Nah nilai-nilai universal itulah yang saya ambil. Sedangkan tekstual haditsnya hanya saja jadikan sebagai bahan perbandingan bahwa “ooo… dulu itu begitu yaa..”.
Sedangkan untuk hadits-hadits apoleksusbudpen yang membawa perpecahan, yang sektarian, yang eksklusif, yang membawa saya taklid dan menyebabkan kejumudan fikiran…, ya saya baca dengan memberinya tinta merah. Untuk saya jadikan hanya sebagai pengetahuan saja…, “ooo… ada yah hadits yang begitu…”.
Itu tentang Al Hadits, apalagi kalau hanya terhadap wejangan ulama salaf, non salaf, syi’ah, dan ulama-ulama zaman sekarang, sikap kritis yang lebih seharusnya mulai kita munculkan, agar umat Islam ini menjadi umat yang dewasa. Tidak lagi seperti umat kekanak-kanakan yang suka rebutan permen. Coba…, umat yang mengakunya punya Tuhan yang sama, Nabi yang sama, Eeee… diantara umat itu lalu saling memaki, atas nama Tuhan lagi, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, malah ada yang saling mendo’akan agar lawannya dilaknat Tuhan. Huh…, tidakkah itu hanya akibat HAWA UN NAFS (kecenderungan nafs) manusia-manusia itu saja, atau dalam istilah sekarangnya adalah EGO sang manusia, yang menguasai mereka…???.
Sedangkan tentang Al Hadits, ataupun keterangan sahabat-sahabat dan ulama-ulama lainnya tentang suasana IMAN, TAQWA, KHUSYU’, IHSAN, SABAR, IKLHAS, dan sebagainya, berikut suasana lawannya seperti KAFIR, FUJUR, dsb., sikap kita seharusnya lebih khas lagi. Yaitu, tidak ada satu orang pun yang punya wewenang untuk MENILAI langsung tentang semua itu kecuali HANYA ALLAH, dan RASULULLAH sewaktu Beliau masih hidup. Selain itu, kalau ada yang mengaku tahu tentang semua itu, maka itu hanyalah sekedar perkiraan-perkiraan saja. Maka perkiraan saya bisa saja berbeda dengan perkiraan orang lain. Dan begitulah seterusnya. Perkiraan demi perkiraan itulah yang telah melahirkan dinamika Islam dari hari ke hari. Perkembangan pengertian tentang Islam ini terjadi melalui opini demi opini yang ditransfer diantara umat Islam itu sendiri dari zaman ke zaman.
Nah…, untuk itu bungkuslah keseharian kita itu dengan “baju ketuhanan dan sikap berketuhanan”. Dan pada saatnya kita akan berjalan dengan muatan sunatullah (As Sunnah) di muka bumi ini. Carilah “Baju Ketuhanan” itu kemana pun dan kepada siapa pun sampai dapat, agar kita bisa pula bersikap dengan “Sikap Berketuhanan” dengan ENJOY. Mengenai sikap berketuhanan ini insya Allah akan saya coba uraikan nanti dalam artikel “Mengupas Kulit Bawang Spiritual” (akan mulai diposting setelah seri artikel Akal Sang Hakim – Mod).
Terakhir…, janganlah “mempertuhankan” Al Hadits, karena Tuhan itu sangatlah pencemburu. Kalau Tuhan sudah cemburu, maka akibatnya sungguh sangat fatal. Dia langsung mengirim dan menarok syaitan sebagi teman karib kita. Dan syaitan itulah yang memotivasi kita untuk berbuat yang tidak baik. Dan kekuatan syaitan itu sungguh tak tertandingi karena mereka juga memakai kekuatan Tuhan untuk menghasut kita itu….
Alhamdulillah….
Selesai serial artikel tentang Rekostruksi Pemahaman As Sunnah.
DEKA
Cilegon, 6 Januari 2005, jam 07:00…
"full kutipan" artikelnya Bapak Ustadz Yusdeka (komentar/tanggapan harap langsung disampaikan ke penulis asli), beliau salah satu pengasuh milis dzikrullah.
dikutip dari blognya bobby haryanto blogs
AS SUNNAH
Label: SpiritualDiposting oleh indra Tgl 18.1.08
Langganan:
Comment Feed (RSS)
©2007@This blog best viewed with Firefox.aINDRA Studio | A Support Go Blog
|