Banyak sekali pria yang merasa keberatan bila istrinya bekerja. Alasannya bisa bermacam-macam. Seringkali alasan tersebut memang 'bisa diterima', tetapi seringkali alasan tersebut bersifat psikologis yang seringkali sulit diterima oleh akal sehat.. Ada suatu Pertanyaan - yaitu apakah ada yang keberatan bila istri bekerja? Bila ya, apakah alasannya memang bisa diterima oleh akal sehat? Atau apakah alasan-alasan tersebut bersifat psikologis? Atau yang lebih parah lagi, apakah alasan tersebut terkesan mengada-ada?
Apa untung ruginya bila istri bekerja. Bertambahnya penghasilan yang merupakan keuntungan pertama sudah jelas, bahwa dengan istri bekerja, penghasilan dalam keluarga jelas akan bertambah. Bagi banyak keluarga yang lain, banyak istri yang bekerja juga ikut andil dalam membayar pengeluaran-pengeluaran keluarga. Mungkin suami meng-cover 50%, si istri juga 50%. Tetapi banyak juga istri (bekerja) yang lain, yang tidak ikut meng-cover pengeluaran keluarga. Artinya, uang suami adalah uang istri, tetapi sebaliknya uang istri bukan uang suami dan hanya menjadi milik istrinya sendiri.
Tetapi bagi banyak keluarga, alasan bekerja dari sang istri mungkin karena selama ini si istri merasa tidak enak terus menerus 'dijatah' dari suami, sehingga ia merasa lebih leluasa bila 'uang sakunya' didapat dari penghasilannya sendiri karena ia bekerja.
Apa yang Sebetulnya Terjadi?
Mari kita kembali kepada dasar-dasar dalam berkeluarga. Kodrat dari Tuhan kepada manusia yang tetap ada dari dulu hingga sekarang, adalah wanita yang mengandung, sedangkan pria yang keluar mencari nafkah.
Ketika belum menikah, mungkin saja si pria dan si wanita sama-sama bekerja. Lalu disusullah dengan pernikahan. Ketika si istri mengandung, maka bila sebelumnya si istri bekerja, si istri biasanya akan minta berhenti atau cuti dari pekerjaannya. Setelah melahirkan dan umur si anak sudah mencapai beberapa bulan atau beberapa tahun - dimana si anak dianggap sudah bisa ditinggal - sering muncul dilema dari si istri apakah ia perlu kembali bekerja atau tidak. Alasan untuk kembali bekerja bermacam-macam. Mungkin si istri rindu akan suasana ramai di kantor. Mungkin dia juga ingin mencari kegiatan di luar rumah yang bisa dilakukan setiap hari. Atau mungkin saja dia ingin mencari suasana baru yang bisa menyegarkan hatinya setelah merawat anak beberapa bulan atau beberapa tahun lamanya.
Tetapi, keinginan untuk kembali bekerja kadang-kadang muncul dari alasan ekonomi. Dua penghasilan mungkin dianggap lebih baik daripada satu penghasilan. Nah, keluarga yang hanya memiliki satu penghasilan saja biasanya akan memiliki jumlah biaya hidup yang lebih kecil dibanding apabila keluarga tersebut memiliki dua penghasilan. Uang yang bisa ditabung biasanya juga lebih kecil. Ini masuk akal: makin besar penghasilan, biasanya akan makin besar pula biaya hidupnya. Tetapi keuntungannya, dengan hanya satu orang yang bekerja, pihak yang satu lagi (biasanya si istri) bisa tinggal di rumah untuk menyaksikan anak-anaknya tumbuh.
Keluarga yang memiliki dua penghasilan - tentu saja - akan memiliki jumlah pendapatan yang lebih besar. Tetapi konsekuensinya akan lebih banyak hal baru yang harus dipikirkan oleh orang tua tersebut, seperti masalah baby sitter atau masalah-masalah lain yang akan sering muncul karena meninggalkan anak di rumah, sehingga disini, biaya hidup biasanya akan menjadi lebih besar. Pria istri tentu punya sejumlah alasan untuk lebih memilih memiliki dua penghasilan daripada satu penghasilan. Tetapi satu hal yang harus disadari adalah: apakah dengan sama-sama bekerja akan menjawab permasalahan keuangan yang muncul?
Pusatkan perhatian untuk menjawab pertanyaan tentang berapa yang akan di hasilkan berdua secara bersih setelah dikurangi biaya hidup keluarga dan tabungan rutin. Setelah itu, lihat apakah jumlah tersebut memuaskan atau tidak. Lalu lihat lagi apakah jumlah tersebut sebanding dengan hal-hal non material yang dikorbankan, seperti waktu yang hilang bersama anak, kemudahan dalam merawat anak (Anda berdua tidak perlu lagi punya pengasuh), dan seterusnya dan seterusnya. Untuk bisa menentukan apakah perlu sama-sama bekerja atau tidak, melihatnya dari dua faktor: Faktor ekonomi dan faktor non ekonomi.
Faktor Ekonomi
Ditinjau dari faktor ekonomi, maka ada komponen-komponen biaya hidup yang akan meningkat secara drastis, dan ada juga komponen-komponen biaya hidup baru yang akan muncul, dibanding apabila hanya memiliki satu penghasilan.
1. Perawatan anak. Sudah jelas, diperlukan seorang pengasuh anak, dan membayar gajinya setiap bulan.
2. Hiburan dan mainan anak. Dengan anak yang berada sendirian tanpa orang tua di rumah (kecuali dengan pengasuh), harus lebih banyak memberikannya hiburan dan membelikannya mainan agar ia tak bosan dengan kesendiriannya. Makan di luar. Dengan lebih sedikitnya waktu untuk memasak, akan lebih sering makan di luar, entah itu siang atau malam, dengan atau tanpa anak. Keberadaan pembantu rumah tangga tidak bisa selalu dijadikan patokan bahwa akan lebih sering makan di rumah bersama anak bila malam. Sedikit banyak, dengan kedua bekerja, akan lebih sering makan di luar. Terutama pada jam makan siang. Dan makan di luar, tentu saja, lebih mahal daripada berbelanja sendiri, memasak dan makan di rumah.
3. Transportasi pulang pergi dari rumah ke tempat kerja. Kalau tadinya hanya si pria yang mengeluarkan biaya untuk transportasi, sekarang dengan si istri yang juga ikut bekerja, si istri juga harus mengeluarkan biaya transportasi.
4. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Si istri juga harus mengeluarkan uang untuk membeli busana kerja yang baru, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Jangan sekali-sekali meremehkan biaya-biaya tersebut di atas. Sebelum si istri mengambil keputusan untuk bekerja atau tidak, cobalah menghitung biaya-biaya tersebut dengan hati-hati di atas kertas, dan bandingkan dengan apabila si istri tetap berada di rumah.
Kunci untuk Menentukan Apakah Kedua Pasangan Perlu Bekerja atau Tidak
Dari segi ekonomi, ada satu kunci untuk menentukan apakah istri perlu sama-sama bekerja atau tidak. Tulis semua penghasilan keluarga pada saat ini, lalu kurangkan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Kemudian bandingkan penghasilan dan pengeluaran tersebut sekarang apabila istri juga bekerja. Lalu, bandingkan sisanya.
1. Kalau misalnya setelah dihitung, sisa uang berdua yang bekerja lebih besar daripada bila hanya satu orang yang bekerja, maka - dilihat dari sudut ekonomi - akan lebih baik bila kedua bekerja.
2. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, dimana sisa uang berdua yang bekerja lebih kecil daripada bila hanya satu orang yang bekerja, maka - dilihat dari sudut ekonomi - akan lebih baik bila hanya satu orang saja bekerja.
Faktor Non Ekonomi
Kadang-kadang, keputusan untuk memiliki dua penghasilan tidak selalu didasarkan pada alasan ekonomi. Di Indonesia dan di banyak negara lain, biaya hidup keluarga biasanya ditanggung oleh pria - dalam hal ini pria. Ini membuat pasangannya - si istri - muncul keinginannya untuk bekerja dengan tidak mendasarkannya pada kebutuhan untuk mendapatkan materi, tetapi - mungkin - untuk mengisi waktu, untuk kesenangan, atau hal-hal lain di luar faktor ekonomi.
Bila memang demikian, boleh-boleh saja. Mungkin saja pekerjaan si istri memberikan kepuasan batin baginya. Mungkin saja pekerjaan tersebut membuat intelektualitas pasangan tergali. Mungkin saja istri bekerja hanya karena ingin bersosialisasi, mengisi waktu, atau karena pekerjaan itu sangat menyenangkan. Bila memang alasan-alasan ini yang muncul, maka bisa saja faktor ekonomi dinomorduakan.
Bekerja Tanpa Meninggalkan Anak
Bila si pria bekerja dan si istri tidak bekerja padahal ia ingin juga bekerja tanpa meninggalkan anak, cobalah untuk bekerja di rumah. Sekarang, banyak sekali usaha yang bisa dijalankan dari rumah. Jangan khawatir bahwa orang yang bekerja di rumah tidak bisa mendapatkan penghasilan sebesar orang yang bekerja di luar rumah. Jenis usaha apapun bisa memberikan penghasilan yang besar, walaupun usaha itu dijalankan dari rumah sekalipun.
Penutup
Bagi para pria yang selama ini keberatan bila istri bekerja, coba pikirkan lagi apa alasan keberatan tersebut. Pertimbangkan alasan tersebut dari segi ekonomi dan non ekonomi. Kalau memang alasan tersebut adalah non ekonomi, pikirkan lagi apakah alasan tersebut memang bisa diterima akal sehat atau tidak. Kalau memang alasan non ekonomi tersebut memang bisa diterima akal sehat, mungkin memang sudah seharusnya istri tidak bekerja. Tetapi kalau alasan non ekonomi tersebut 'sulit' diterima akal sehat atau malah terkesan mengada-ada, maka pikirkan lagi alasan tersebut. Saran : pertimbangkan alasan secara obyektif, dan berikan keputusan yang terbaik untuk istri.
Diambil dari Jawaban;karir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar